Senin, 20 September 2010

puisi wissman

Janji

Bila putih tampak hitam
Bila ketenangan menjadi pudar
Akankah ketenangan bak awan hitam??.

Binar hilang tak bersisa
Luluh...
Hancur!!!
Percuma jika janji yang diperbanyak
Hanya visi dan misi mu itu yang dibanggakan
Namun kalian lupa setelah terteguk empuknya kursi-kursi kekuasaan

Bangsa kita sudah terpuruk,
jangan dipurukkan lebih dalam
Bangsa kita jangan dimalukan
Sadarlah...

Hasil tambang, hutan, laut milik kita semua
Dari Sabang sampai Merauke punya kita
Tapi uang negara bukan untuk kalian saja
Jangan kalian culik!!!
Setelah itu kalian berpura tak bersalah












Mana Tokoh Kita??

Dilorong senja aku menangis
Dihati terasa mencekam
Air mataku tak bisa kutahan
Siapakah aku??
Siapakah kita??

Dulu...
Moh. Hatta, Agus Salim, Moh. Yamin, Hamka.
Pejuang Minang sejati
Pejuang kita semua

Sekarang masihkah ada tokoh Minang seperti mereka?????
Mana...
Mana!!!!!!
Hilanglah sudah tokoh minang
Tak ada tokoh kita lagi
Hilang...
Tak tercatat dalam sejarah...













Pemimpin yang Rakus

Apa yang kalian senangkan melihat rakyat mu menderita
Rela memakan jerih payah orang-orang tak berdaya
Sungguh!!!
Kalian tak punya rasa iba,
telah digadaikan kehormatan demi kemewahan dunia.

Kau pupuk keluarga mu dari jerih payah tak jelas
Kau sumbangkan uang itu supaya dipuji masyarakat
Sambil berkata, "Sebutkan gelarku, Haji, Profesor, Dr".
Supaya orang bilang kalian pemimipin baik.

Sampai kapankah kalian seperti itu?
Tak puas-puasnya...
Kalian adalah pemimpin yang rakus
Diantara semua yang rakus.














Nasib Saudara Ku, Palestina

Enggan rasanya untuk tertawa
tangis yang akan ku suarakan dengan berteriak-teriak
Biar semua tahu..
Jangan kau toleh wajahku
sebelum aku dibangkitkan.

Semangat kami masih seperti baja
Kuat dan takkan rapuh
Kami akan terus manantang
Para penghianat-penghianat itu
Sampai nanti bila nafas telah berhenti

Apa kalian semua tak mendengar??
Apa telinga kalian tuli!
Apa kalian tak melihat??
Atau mata kalian telah buta!

Kami disini,
menangis, merintih....
Pagi
Siang
Malam
Tak tau kapan mereka mau menjatuhkan
DaaAArRR.......
Lalu mayat-mayat bergelimpangan









Nasib Si Gembel

Jangan bilang mereka pengemis!!
Si gembel...
Bukankah mereka butuh hidup??
Bernafas seperti kita
Jangan kau diam, benci, apalagi mengusir
Sisipkanlah uang seratus perak, dua ratus perak
Lalu Meraka pergi dengan senang hati.
Apakah kau tak melihat??
Matanya yang buta, kakinya yang lumpuh
merangkak kian kemari untuk mencari sesuap nasi,
Bila hujan datang...
Kemanakah mereka akan pergi??
Rumah tak punya apalagi istana
Bila dingin datang siapakah yang akan menyelimuti??
Sementara sukma mereka menggigil bagai dikutub utara
Disaat itu hanya ada satu harapan
Menanti hari esok untuk mengemmis lagi


oleh: Wisman
Pendidikan Bahasa Indonesia UNP 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar